Senin, 08 April 2013

faktor ekonomi yang mempengaruhi perdagangan nasional

BAB I
PENDAHULUAN

1.1            LATAR BELAKANG

                Transaksi perdagangan akan dipengaruhi oleh beberapa factor. Diantaranya factor ekonomi yang menjadi poin penting dalam mempengaruhi trasaksi tersebut. Factor tersebut bisa diakibatkan karena iklim perekonomian dalam dan luar negeri. Ini dapat dilihat dari supply dan demand terhadap suatu barang, niai tukar uang dan lain sebagainya.  Gejolak ekonomi akan mempengaruhi kegairahan ekonomi dalam Negara tersebut.
            Ekonomi merupakan bagian dari kebutuhan manusa yang bersifat primer, sekunder dan tersier. Seperti dibahas dalam teori maslow yang membagi kebutuhan manusia menjadi 5, diantaranya : (1) kebutuhan primer terdiri dari makanan, pakaian, rumah dll (2) kebuuhan kenyamatuhan sosial (4) reward (5) aktualisasi diri. Hal ini pula yang akan mempengaruhi terhadap transaksi nasional.
1.2  TUJUAN

a.       Untuk mengetahui fakor ekonomi yang akan memepengaruhi transaksi nasional
b.      Mengidentifikasi masalah transaksi ekonomi yang berkaitan dengan ekonomi
c.       Untuk menambah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah permintaan uang, pendapatan riil, tingkat bunga dan inflasi.
d.      Untuk memberikan kontribusi pemikiran terhadap proses pemecahan permasalahan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika melalui analisis berbagai indikator ekonomi
e.       Untuk meneliti seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut dalam mempengaruhi nilai ekspor dan impor Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
            Sebelum kita menganaisis actor lain dalam ekonomi, pastinya kebutuhan memenuhi hajat hidup telah diutarakan dalam teori kehidupan. Maslow, 1954, membagi kebutuhan manusia menjadi dua kelompok utama, yaitu kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh.
Kebutuhan dasar sebagaimana namanya berada di bawah posisi kebutuhan tumbuh. Kebutuhan dasar ini berturut-turut dari bawah ke atas adalah: (1) kebutuhan fisiologis, seperti makan, pakaian, tempat tinggal, dll; (2) kebutuhan akan rasa aman; (3) kebutuhan untuk dicintai; (4) kebutuhan untuk dihargai.
            Sedangkan kebutuhan tumbuh hierarkinya berada di sebelah atas posisi kebutuhan dasar, berturut-turut dari bawah ke atas: (5) kebutuhan untuk mengetahui dan memahami (belajar); (6) kebutuhan keindahan; (7) kebutuhan aktualisasi diri.
Catat: Kebutuhan yang berada di hierarki lebih tinggi baru akan dirasakan bila kebutuhan yang ada di hierarki lebih bawah telah terpenuhi.
            Untuk itu kita akan menganalisis actor-aktor yang secara sistemik mepengaruhi transaksi nasional di Indonesia. Melalui kegiatan analisis ini akan terlihat sejauh mana factor ekonomi dapat mempegaruhi transaksi.

1.1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG DI INDONESIA

 Dalam sejarah ekonomi telah tercatat bahwa sebagai alat pertukaran pernah dipergunakan suatu barang yang berharga seperti gading gajah, tulang dan berbagai macam logam. Meskipun demikian berbagai barang ini tidak semata-mata berperan sebagai uang seperti dimaksud di atas. Dalam perekonomian yang mempergunakan barang sebagai uang, nilai uang akan dipengaruhi oleh permintaan barang, baik dalam kapasitanya sebagai uang maupun sabagai barang. Pada masa emas dipergunakan sebagai uang maka nilai tukar uang atau harga uang dipengaruhi oleh permintaan emas sebagai perhiasan dan emas sebagai uang. Pengaruh ganda demikian, yaitu harga uang akibat permintaan barang dalam kapasitasnya bukan sebagai alat tukar, dapat diabaikan apabila uang yang dimaksud adalah uang fiat. Dalam perkembangannya, akhir-akhir ini uang fiat yang secara intrinsik tidak bernilai karena dibuat dari kertas atau barang lain yang tidak berharga, mendominasi bentuk uang.

Jumlah uang yang diminta dalam suatu perekonomian sangat dipengaruhi oleh kondisi kelembagaan, peraturan pemerintah dan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi pembayaran telah mengubah jumlah uang yang diminta untuk suatu tingkat pendapatan tertentu. Sebelum cek dan kartu kredit dipergunakan secara luas, biasanya seluruh pendapatan seseorang akan diwujudkan dalam bentuk uang. Namun setelah cek dan kartu kredit dipergunakan secara luas orang tidak perlu memegang seluruh pendapatannya dalam bentuk uang. Pengaruh demikian tidak menyebabkan konsep permintaan uang menjadi usang sebagaimana pengaruh teknologi dan peraturan transportasi tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan mobil.
Dalam praktek penghitungan jumlah atau stok uang dalam perekonomian perlu diperjelas. Pada prinsipnya bentuk kekayaan yang dapat dimasukkan dalam pengertian stok uang hanya berupa kekayaan yang memberikan hak atas sejumlah kas, dan segala bentuk hak yang dapat berfungsi sebagai uang tanpa membebani biaya yang berarti bagi pemiliknya.
Perkembangan teknologi selanjutnya memang memungkinkan adanya transaksi tanpa adanya transfer (perpindahan) sejumlah uang secara nyata (tangible), namun transaksi diselesaikan dengan mengubah rekening bank pembeli dan penjual. Perkembangan teknologi transaksi demikian tidak dapat diartikan bahwa perekonomian sudah tidak mempergunakan uang secara literer dan menjadikan suatu perekonomian tanpa uang sebagaimana jaman barter.
Teori permintaan uang sebenarnya dapat dijelaskan dengan menggunakan teori tentang alokasi sumber-sumber ekonomi yang sifatnya terbatas. Pada prinsipnya, dengan sumber ekonomi yang terbatas manusia haruslah memilih alokasi yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Dengan pendapatan tertentu apabila seseorang ingin memperbanyak konsumsi maka jumlah kekayaan akan semakin kecil. Demikian juga apabila dia ingin memeliki salah satu kekayaan lebih banyak maka dengan sendirinya pemilikan bentuk kekayaan yang lain akan menjadi lebih sedikit. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut seseorang akan membandingkan hasil (return) dari masing-masing bentuk kekayaan. Dari hasil perbandingan tersebut dia akan menentukan komposisi dan proporsi dari masing-masing bentuk kekayaan agar diperoleh hasil yang maksimum.

Meletakkan permasalahan dengan cara ini menimbulkan pertanyaan mengapa orang-orang memilih untuk menyimpan saldo uang. Uang biasanya tidak menghasilkan pendapatan yang eksplisit, hanya tingkat hasil yang rendah dibandingkan dengan hasil aktiva lain. Tetapi menyimpan uang berarti mengorbankan sesuatu, kerugiannya adalah kepuasan atau pendapatan yang dikorbankan dengan menyimpan uang dan bukan menggunakan dana ini untuk manfaat lain.
Kenyataan bahwa orang memilih untuk menyimpan sejumlah tertentu saldo uang dengan biaya alternatif yang menarik memberi kesan bahwa menyimpan uang pasti menghasilkan semacam keuntungan terhadap individu itu. Hal ini diakibatkan oleh kualitas uang akseptabilitasnya yang umum dalam pembayaran, likuiditasnya yang sempurna, dan keamanannya dalam arti bahwa uang tidak menurun nilainya (depresiasi) dilihat dari segi uang. Memang sebagaimana akan kita lihat, sifat-sifat uang ini menimbulkan beberapa alasan yang berbeda untuk menyimpan uang.
Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian deregulasi keuangan dan perbankan yang di mulai tahun 1983. Implikasi dari deregulasi tersebut adalah semakin meningkatnya integrasi dan interaksi antar berbagai unsur ekonomi yang menyebabkan struktur ekonomi menjadi dinamis dan kompleks. Struktur ekonomi yang kompleks akan merubah perilaku pelaku ekonomi yang diindikasikan dengan munculnya berbagai fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia.











Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Uang di Indonesia (dalam milyar rupiah) Tahun
Uang Kartal
Uang Giral
M1
Pertumbuhan (persen)
1986
5.338
6.339
11.677
-
1987
5.782
6.903
12.685
8,63
1988
6.246
8.146
14.392
13,46
1989
7.426
12.688
20.114
39,76
1990
9.094
14.725
23.819
18,42
1991
9.346
16.995
26.341
10,59
1992
11.478
17.301
28.779
9,26
1993
14.431
22.374
36.805
27,89
1994
18.634
26.740
45.374
23,28
1995
20.807
31.870
52.677
16,10
1996
22.487
41.602
64.089
21,66
1997
28.424
49.919
78.343
22,24
1998
41.394
59.803
101.197
29,17
1999
58.353
66.280
124.633
23,16
2000
72.371
89.815
162.186
30,13
2001
76.342
101.389
177.731
9,58

 

       















2.2 ANALISA PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP
DOLAR AMERIKA SETELAH DITERAPKANNYA KEBIJAKAN SISTEM NILAI TUKAR MENGAMBANG BEBAS DI INDONESIA

            Sejak diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia yang dimulai pada bulan Agustus 1998 nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika secara akumulatif telah terdepresiasi sebesar 48,7% sampai dengan Desember 2001. Kenyataan ini telah mengakibatkan perdebatan banyak ahli tentang sumber ketidakstabilan nilai tukar tersebut, apakah disebabkan oleh faktor ekonomi ataukah faktor non ekonomi. Dengan mengetahui sumber penyebabnya, maka akan lebih mudah bagi para ahli dan penyelenggara negara untuk merumuskan solusinya. Penelitian ini bertujuan menganalisis tentang hubungan berbagai
variabel ekonomi, yaitu tingkat inflasi; tingkat suku bunga; jumlah uang beredar; pendapatan nasional di Indonesia dan Amerika Serikat, serta posisi neraca pembayaran internasional Indonesia, dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dengan tujuan untuk memberikan kontribusi pemikiran terhadap proses pemecahan
permasalahan tersebut.
               Dari analisis data diperoleh hasil bahwa hanya variabel jumlah uang beredar yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, sedangkan variabel – variable yang lainnya tidak. Dengan koefisien determinasi sebesar 32,5% mengindikasikan, bahwa 67,5% dari variabel terikatnya dipengaruhi oleh faktor–faktor selain faktor ekonomi yang dalam penelitian ini menjadi variabel bebas. Faktor–faktor lain tersebut bisa dikategorikan dalam factor ekonomi lainnya maupun faktor–faktor non ekonomi.
               Dengan demikian dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa, kecuali variabel jumlah uang beredar, sebagian besar pergerakan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditentukan oleh faktor-faktor lain, baik faktor ekonomi maupun faktor non ekonomi.


2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor dan Impor Indonesia
          Krisis moneter yang melanda perekonomian Indonesia tidak saja menghempaskan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari sekitar Rp 2.400,00 per satu dolar AS pada periode sebelum krisis menjadi Rp 16.000,00 per satu dolar AS disaat krisis menggila, tetapi sekaligus juga memelorotkan predikat Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah dengan pendapatan 1000 dolar AS per kapita per tahun pada awal tahun 1997 menjadi negara berpenghasilan rendah dengan pendapatan sekitar 400 dolar AD per kapita per tahun pascakrisis moneter pertengahan Juli 1997. Tidak berhenti sampai disitu, krisis moneter juga berakibat pada melambungnya laju inflasi di Indonesia. Kalau semula laju inflasi berhasil ditekan pada angka satu digit, pascakrisis inflasi melonjak mencapai dua digit di tahun 1998.
Baik kurs atau nilai tukar rupiah, laju inflasi dan PDB Indonesia ketiganya secara teoritis merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi besarnya nilai impor Indonesia, sementara nilai tukar, inflasi dan PDB negara-negara mitra dagang serta harga komoditi ekspor merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi tinggi-rendahnya nilai ekspor Indonesia.
            Penelitian ini bertujuan untuk meneliti seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut dalam mempengaruhi nilai ekspor dan impor Indonesia, baik ekspor dan impor migas maupun ekspor dan impor non migas. Variabel manakah yang pengaruhnya paling dominan serta strategi apa yang bisa diupayakan dalam upaya meningkatkan ekspor dan menekan impor.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Buletin Statistik Indikator Ekonomi Biro Pusat Statistik (BPS), Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia (BI), dan Statistical Yearbook dari United Nations. Data yang diambil meliputi data tentang nilai ekspor dan impor Indonesia, baik migas maupun non migas, periode tahun 1986—2002 serta perkembangan kurs rupiah terhadap dolar AS, laju inflasi, indeks harga Produk Domestik Bruto (PDB), baik PDB Indonesia maupun PDB negara-negara mitra dagang Indonesia.
             Dalam hal ekspor non migas variabel-variabel PDB negara mitra dagang, kurs, inflasi dan indeks harga beberapa komoditi penting di pasar dunia secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ekspor non migas Indonesia (Fstatistik = 12,726 dan signifikansi F = 0,003), tetapi secara parsial hanya variabel PDB negara mitra dagang dan indeks harga yang pengaruhnya signifikan Begitupun dalam hal ekspor migas, di antara variabel-variabel PDB negara mitra dagang, kurs, inflasi dan harga migas yang sekalipun secara bersama-sama keempat variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor migas Indonesia
            Di antara variabel-variabel PDB Indonesia, kurs dan inflasi yang secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai impor non migas Indonesia (Fstatistik 78,947 dan signifikansi F = 0,000) dan terhadap nilai impor migas (Fstatistik 13,134 dan signifikansi F = 0,000), ternyata hanya variabel PDB Indonesia (tstatistik 12,557 dan signifikansi t = 0,000) dan variabel kurs (tstatistik –3,610 signifikansi t = 0,003), yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai impor non migas; Dan hanya variabel PDB Indonesia yang pengaruhnya secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai impor migas Indonesia
             Dengan melihat penjumlahan angka elastisitas kurs pada ekspor total (migas plus non migas) dan impor total sebesar –0,447 menunjukkan bahwa kondisi Marshall Lerner tidak terdapat pada perekonomian Indonesia, sehingga upaya untuk memperbaiki posisi neraca transaksi berjalan yang defisit melalui kebijakan nilai tukar (baik devaluasi maupun depresiasi) hasilnya tidak akan efektif. Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan nilai ekspor non migas, maka peningkatan mutu produk kiranya perlu terus diupayakan di samping upaya promosi dagang. Sementara dalam upaya peningkatan nilai ekspor migas, maka kerjasama yang erat dengan sesama negara penghasil minyak OPEC perlu dipererat agar harga migas bisa tetap diupayakan pada harga yang menguntungkan.












BAB III
KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

            Ekonomi merupakan bagian dari kebutuhan manusa yang bersifat primer, sekunder dan tersier. Seperti dibahas dalam teori maslow yang membagi kebutuhan manusia menjadi 5, diantaranya : (1) kebutuhan primer terdiri dari makanan, pakaian, rumah dll (2) kebuuhan kenyamatuhan sosial (4) reward (5) aktualisasi diri. Hal ini pula yang akan mempengaruhi terhadap transaksi nasional.
Transaksi perdagangan akan dipengaruhi oleh beberapa factor. Diantaranya factor ekonomi yang menjadi poin penting dalam mempengaruhi trasaksi tersebut. Factor tersebut bisa diakibatkan karena iklim perekonomian dalam dan luar negeri. Ini dapat dilihat dari supply dan demand terhadap suatu barang, niai tukar uang dan lain sebagainya.  Gejolak ekonomi akan mempengaruhi kegairahan ekonomi dalam Negara tersebut. Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian deregulasi keuangan dan perbankan yang di mulai tahun 1983. Implikasi dari deregulasi tersebut adalah semakin meningkatnya integrasi dan interaksi antar berbagai unsur ekonomi yang menyebabkan struktur ekonomi menjadi dinamis dan kompleks. Struktur ekonomi yang kompleks akan merubah perilaku pelaku ekonomi yang diindikasikan dengan munculnya berbagai fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia.
 Variabel jumlah uang beredar, sebagian besar pergerakan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditentukan oleh faktor-faktor lain, baik faktor ekonomi maupun faktor non ekonomi.
Seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut dalam mempengaruhi nilai ekspor dan impor Indonesia, baik ekspor dan impor migas maupun ekspor dan impor non migas. Variabel manakah yang pengaruhnya paling dominan serta strategi apa yang bisa diupayakan dalam upaya meningkatkan ekspor dan menekan impor.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Buletin Statistik Indikator Ekonomi Biro Pusat Statistik (BPS), Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia (BI), dan Statistical Yearbook dari United Nations. Data yang diambil meliputi data tentang nilai ekspor dan impor Indonesia, baik migas maupun non migas, periode tahun 1986—2002 serta perkembangan kurs rupiah terhadap dolar AS, laju inflasi, indeks harga Produk Domestik Bruto (PDB), baik PDB Indonesia maupun PDB negara-negara mitra dagang Indonesia.




               
                               
               
               

 












DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sudjari Program Pascasarjana Universitas Jenderal Soedirman, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor dan Impor Indonesia, Komisi Pembimbing, Ketua: Prof.Dr.H.Kamio, Anggota: Dr.M. Suparmoko,M.A.
Abuaf, Niso and Philippe Jorion (March 1990), “Purchasing Power Parity in the Long
Run”, Journal of Finance, page 157-174.
Adler, Michael and Bernard Dumas (June 1983), “International Portfolio Choice and
Corporate Finance: A Synthesis”, Journal of Finance, page 925-984.
Adler, Michael and Bruce Lehman (December 1983), “Derivations from Purchasing
Power Parity in the Long Run”, Journal of Finance, page 1471-1487.
Bank Indonesia (2002), “Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia”, Jakarta.
Bank Indonesia (2001), “Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia”, Jakarta.
Bank Indonesia (1999), “Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia”, Jakarta.
Bank Indonesia (1998), “Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia”, Jakarta.
Bureau of Economic Analysis US Department of Commerce (30 April 2002), “National
Income and Product Accounts Tables”, http://www.bea.doc.gov.
Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 1, Mei 2002: 69 - 78
Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/
78
Hakkio, Craig S., (November 1986), “Interest Rates and Exchange Rates – What Is the
Relationship?”, Economic Review, Federal Reserve Bank of Kansas City, page 33-
43.
Indrawati, Sri Mulyani (3 juni 2002), “Penguatan Rupiah, Pertanda Apa?”, Kompas
Cyber Media, http://www.kompas.com.
Madura, Jeff (2000), International Financial Management, USA: South-Western College
Publishing.
Mishkin, Frederic S. (December 1984), “Are Interest Rates Equal Across Country ? An
Empirical Investigation of International Parity Conditions”, Journal of Finance,
page 1345-1357.
Salvatore, Dominick (1999), International Economics, Sixth Edition, NewYork : John
Wiley & Sons, Inc.
The Federal Reserve Bank (30 April 2002), “M1, M2, M3 and Debt”,
eprints.undip.ac.id/29808/1/Skripsi.php



Tidak ada komentar:

Posting Komentar