Senin, 08 April 2013

makro ekonomi dari masa orde lama hingga maret 2013


INDIKATOR MAKRO PEREKONOMIAN INDONESIA

PDB
INFLASI
NERACA PERDAGANGAN
PENGANGGURAN
PENDAPATAN PERKAPITA
KEMISKINAN
ORDE LAMA
$ 70
Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
US$2,7milyar
4,5 juta jiwa
US$70
70 juta orang
ORDE BARU
Rp.502,249.558
Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%
US$6,7milyar
6,73 juta jiwa
US$770
25,9 juta orang
TRANSISI
Rp.1,389,769.700
8,1 %
US$ 1,8 miliar
7,8 juta jiwa
Rp. 2.102.000
47,97 Juta
REFORMASI
Rp.2,678,664.096
6,3 %
US$ 8,8 miliar
6,76 juta jiwa
Rp. 17,9 juta
37,17 juta
SEKARANG
Rp. 6,422,918.230
5,90 %
defisit 327,4 juta dolar AS atau sekitar (Rp 3,18 triliun). 
7,42 juta jiwa
US $4500
540 ribu jiwa

Penjelasan :
1.      Perekonomian Indonesia masa orde lama (1945-1966)
            Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantunganluar negri.
Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik.
          Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada saat itu,keadaan ekonomi Indonesia mengalami stagflasi (artinya stagnasi produksi atau kegiatan produksi terhenti pada tingkat inflasi yang tinggi). Indonesia pernah mengalami sistem politik yang demokratis yakni pada periode 1949 sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi konflik  politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur kabinet hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yangterjadi pada saat itu. Selama periode 1950an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan jaman kolonial, struktur ini disebut dual society dimana struktur dualisme menerapkandiskriminasi dalam setiap kebijakannya baik yang langsung maupun tidak langsung.Keadaan ekonomi Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan pada masa penjajahanBelanda.
            Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.
            Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumnbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa. Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.

2.      Perekonomian Indonesia masa orde baru (1966-1998)
            Inflasi pada tahun 1966 mencapai 650%,dan defisit APBN lebih besar daripada seluruh jumlah penerimaannya. Neraca pembayaran dengan luar negeri mengalami defisit yang besar, nilai tukar rupiah tidak stabil” (Gilarso, 1986:221) merupakan gambaran singkat betapa hancurnya perekonomian kala itu yang harus dibangun lagi oleh masa orde baru atau juga bisa dikatakan sebagi titik balik.
Awal masa orde baru menerima beban berat dari buruknya perekonomian orde lama. Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha keras untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi, stabilitas politik tercapai ayng berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin dengan adanya IGGI. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:
A.    REPELITA I (1967-1974)
mulai berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

B.     REPALITA II (1974-1979)
Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

C.     REPALITA III (1979-1984)
Prioritas tetaap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.

D.     REPALITA IV (1984-1989)
Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.
Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap.


Kelebihan Pada Masa Orde Baru:
  • perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
  • sukses transmigrasi.
  • sukses KB.
  • sukses memerangi buta huruf. 
  • sukses swasembada pangan. 
  • pengangguran minimum. 
  • sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun). 
  • sukses Gerakan Wajib Belajar. 
  • sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh. 
  • sukses keamanan dalam negeri. 
  • Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
  • sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

Kekurangan Orde Baru  
  • semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme. 
  • pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat. 
  • munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua. 
  • kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya. 
  • bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin). 
  • kritik dibungkam dan oposisi diharamkan. 
  • kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel. 
  • penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" (petrus). 
  • tidak ada rencana suksesi.
3.      Masa Reformasi
Krisis Ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997 merupakan sebuah efek domino dari krisis ekonomi Asia yang melanda berbagai negara, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia. Disebabkan oleh adanya fundamen ekonomi yang lemah, Indonesia mengalami kesulitan dalam menata ulang kembali perekonomiannya untuk keluar dari krisis.
Perkembangan ekonomi Indonesia telah mengalami stagnansi sejak tahun 1990-an. Saat itu, sistem neoliberalisme menjadi norma pengaturan ekonomi dan politik dunia. Barang-barang produksi Indonesia menjadi tidak berdaya saing apabila dibandingkan dengan barang luar negri yang secara bebas memasuki pasaran Indonesia. Berdasarkan batasan-batasan yang telah dicanangkan oleh bank dunia, pembangunan ekonomi tergolong berhasil jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh bank dunia. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah adanya peningkatan investasi dibidang pendidikan, yang ditandai dengan peningkatan sumber daya manusia, rendahnya tingkat korupsi yang ada di tataran pemerintahan, dan adanya stabilitas dan kredibilitas politik.
Syarat-syarat yang dikemukakan oleh bank dunia itu semacam acuan bagian negara-negara berkembang dalam melakukan pembangunan ekonomi, khususnya negara penerima bantuan luar negri seperti Indonesia. Akan tetapi, pada krisis 1997, kondisi ekonomi Indonesia tidak merepresentasikan satupun kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh bank dunia tersebut. Hal yang terjadi di Indonesia justru adanya krisis moneter yang ditandai dengan rendahnya mutu sumber daya manusia, tingginya tingkat produksi di instansi-instansi pemerintah, dan kondisi instabilitas politik. Perekonomian Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 0% tahun 1998.
Kemerosotan ekonomi Indonesia ternyata tidak ditanggapi oleh presiden Soeharto dengan membuat perbaikan dalam hal kebijakan ekonomi, tetapi justru dengan meminta bantuan dana Monitari Fund (IMF). Pada 15 januari 1988, presiden Soeharto menandatangani 50 butir letter of intent (Lol) dengan dilaksanakannya oleh direktur IMF Asia, Michael Camdessus, sebagai sebuah syarat untuk mendapatkan kucuran dana bantuan luar negri tersebut.
Dengan merujuk pada batasan tingkat keberasilan ekonomi suatu bangsa yang dikeluarkan oleh bank dunia, maka dapat disimpulkan bahwa perekonomian Indonesia tahun 1997/1998 telah mengalami kehancuran. Dalam hal investasi dan peningkatan modal, Indonesia mengalami kemunduran yang tajam. Pada investor luar negri beramai-ramai memindahkan modalnya kenegara lain karena tidak adanya stabilitas dan kredibilitas politik dalam negri. Angka ekspor-impor Indonesia menurun drastis karena sektor usaha tidak dipercaya oleh perbankan Indonesia. Tingginya tingkat korupsi ditataran sektor ekonomi dan pemerintahan dan munculnya kasus kredit macet yang melanda bank-bank utama di Indonesia mengakibatkan pembayaran letter of credit (L/C) dari sektor-sektor usaha Indonesia tidak diterima diluar negri. Penanggahan krisis ekonomi Indonesia di tahun 1997/1998 berujung pada munculnya krisis multidimensi, baik itu politik dan sosial, maupun krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan. Krisis ekonomi dan Kerusuhan 22 Januari 1998. Rupiah tembus 17.000,- per dolar AS, IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya, harga BBM melonjak tajam hingga 71%.

4.      Masa Transisi
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
            Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang. Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.
            Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi parpol, pemberian kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU Subversi. Walaupun begitu Habibie juga sempat tergoda meloloskan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun urung dilakukan karena besarnya tekanan politik dan kejadian Tragedi Semanggi II yang menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap.
            Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia. IMF menghentikan bantuannya.
            Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain.
            Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang 'dingin'.
            Sejak kenaikan Megawati sebagai presiden, aktivitas terorisme di Indonesia meningkat tajam, beberapa peledakan bom terjadi yang menyebabkan sentimen negatif terhadap Indonesia dari kancah internasional.
5.      Perekonomian Masa Sekarang
            Kelemahan ekonomi Indonesia itu di defisit neraca perdagangan. Saat ini akibat impor yang lebih besar dari ekspor maka hal tersebut membuat neraca perdagangan Indonesia makin defisit. Apalagi impor yang terbesar dari minyak dan gas (migas). Tingkat Inflasi. Maret 2013, 5.90 %. Februari 2013, 5.31 %. Januari 2013, 4.57 %. Desember 2012, 4.30 %. November 2012, 4.32 %. Jumlah pengangguran di Indonesia tersisa 7,24 juta orang. Badan Pusat Statistik (BSP) mencatat neraca perdagangan Indonesia per Februari 2013 mengalami defisit 327,4 juta dolar AS atau sekitar (Rp 3,18 triliun).  Angka tersebut berasal dari nilai ekspor sebesar 14,99 miliar dolar AS (Rp 145,62 triliun) dan nilai impor senilai 15,32 miliar dolar AS (Rp 148,8 triliun). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka pengangguran di Indonesia telah mengalami penurunan. BPS mencatat angka kemiskinan pada September 2012 menurun sebesar 540 ribu orang dibandingkan Maret 2012. Pendapatan domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia diperkirakan pada akhir 2013 mencapai 4.400-4.500 dolar AS. Hal ini akan meningkat seiring dengan penciptaan lapangan kerja dan penurunan angka pengangguran terbuka menjadi 5,8 - 6,1 persen. Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan pembangunan infrastruktur akan meningkatkan investasi pada 2013.
Kesimpulan :
            Dari data dan penjelasan diatas dapat disimpulkan dari beberapa indikator makro ekonomi yang memiliki kestabilan perekonomian adalah era pereknian sekarang yang menganut asa demokratis dan liberal. Hal ini terjadi karena ada kestabilan nilai pada setiap indikator.
Era perekonomian dimasa transisi karena pada masa itu terjadi proses pemulihan ketabilan setelah mengalami gejolak krisis moneter. Dapat diamati dari tingkat inflasi, pengangguran dan kemiskinan yang tinggi.

SUMBER :
3.      ^ "Global Peace Index 2008 for Indonesia". Global Peace Index. Retrieved 2009-03-25.[pranala nonaktif]
4.      ^ "Doing Business in Indonesia 2012". World Bank. Retrieved 2011-11-21.
5.      ^ a b "Federation of International Trade Associations : Indonesia profile". Fita.org. Retrieved 2011-08-29.
6.      ^ "Sovereigns rating list". Standard & Poor's. Retrieved 26 May 2011.
7.      ^ a b c Rogers, Simon; Sedghi, Ami (15 April 2011). "How Fitch, Moody's and S&P rate each country's credit rating". The Guardian. Retrieved 31 May 2011.
14.  hafizasmenta.blogspot.com/.../perekonomian-indonesia-

1 komentar:

  1. kita juga punya nih artikel mengenai 'Indikator Makroekonomi', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/6265/1/JURNAL%20SKRIPSI.pdf
    terimakasih

    BalasHapus